(Cerita ini hanyalah Cerita Fiksi Belaka, kesamaan nama dan latar cerita merupakan unsur ketidaksengajaan)
Langit mendung gelap menyelimuti kota Jogjakarta sore itu. Memberikan pertanda bahwa akan turun hujan sebentar lagi. Beruntungnya bagi aku saat itu sudah berada di stasiun Lempuyangan, bersiap untuk berkelana meninggalkan kota Jogjakarta.
Sebelumnya perkenalkan, namaku Irfan, seorang mahasiswa semester akhir Universitas Gadjah Mada jurusan Ekonomi. Aku adalah orang asli Jakarta yang sedang berkuliah di Jogjakarta. Hari ini kebetulan aku berencana pergi ke Jakarta, menikmati liburan akhir pekan bersama keluarga, menjauhi segala urusan kuliah dan tentunya menjauhkan skripsiku untuk sementara.
Perempuan Tanpa Nama
Langit mendung gelap menyelimuti kota Jogjakarta sore itu. Memberikan pertanda bahwa akan turun hujan sebentar lagi. Beruntungnya bagi aku saat itu sudah berada di stasiun Lempuyangan, bersiap untuk berkelana meninggalkan kota Jogjakarta.
Stasiun Lempuyangan |
Dan benar saja, tepat setelah aku tiba di stasiun, hujan pun turun dengan derasnya bersama dengan petir menggelegar, "Syukurlah aku sudah di sini," kataku dalam hati. Suasana di stasiun saat itu sangatlah ramai. Mungkin karena hari itu merupakan hari pertama dari weekend, jadi wajarlah kalau stasiun di penuhi oleh banyak orang.
Setelah mengecek tiket ke petugas dan di ijinkan untuk masuk peron stasiun, aku pun bergegas mencari tempat duduk untuk menunggu kedatangan kereta yang mengangkutku sore itu. Ternyata kondisi di peron stasiun juga tidak kalah ramai di banding di luar peron. Kebanyakan dari mereka adalah para penumpang kereta prambanan ekspres tujuan Kutoarjo (Kebetulan kereta Prambanan Ekspres datang 10 menit lagi). Jadi mau tak mau, aku pun duduk lesehan di lantai dekat rel jalur 1.
Sembari menunggu kereta, aku melihat sekitarku. Banyak dari penumpang di stasiun sore itu adalah remaja remaja dan rombongan keluarga. Ya mungkin mereka juga memiliki niat yang sama denganku, menghabiskan akhir pekan ini dengan berkumpul di rumah bersama keluarga.
Pukul 16.00, kereta Prambanan Ekspres tujuan Kutoarjo pun datang. Penumpang pun berbondong bondong menunggu kedatangan kereta tersebut di peron jalur 2. Setelah penumpang naik dan kerta berangkat, sesaat suasana stasiun menjadi lebih sepi di banding tadi. Lumayan sepi.
20 Menit kemudian, tiba tiba muncul sebuah pengumuman bahwa kereta yang aku naiki mengalami keterlambatan 30 Menit. Aku pun hanya bisa menghela nafas. Jika kereta api yang aku tumpangi sore itu terlambat, otomatis aku pun tiba di Jakarta nya akan terlambat juga, atau justru lebih larut di bandingkan jadwal seharusnya. Belum lagi aku sudah berpikiran bahwa perjalanan panjang ini akan membosankan. Sepanjang sejarah aku naik kereta, aku belum pernah mengalami ketidakbosanan. Aku lebih memilih duduk dan diam serta menikmati kebosananku ketimbang harus berbicara dengan penumpang lain didepanku
Singkat cerita, kereta yang akan membawaku ke Jakarta pun datang. "Yap, terlambat setengah jam, berarti sampai di Jakartanya sekitar jam 1 pagi," Gumamku dalam hati. Setelah kereta berhenti, aku pun masuk ke gerbong 4 dan mencari tempat dudukku. Di dalam kereta sudah terisi oleh beberapa penumpang lain. Memang kereta yang aku tumpangi berangkat dari Stasiun Purwosari sehingga beberapa tempat duduk sudah terisi oleh penumpang dari purwosari.
Hingga aku menemukan tempat dudukku dan di situ sudah ada 2 orang, seorang wanita dan pria yang kalau aku prediksi umurnya masih relatif muda atau mungkin bahkan seumuran. Aku terkejut ketika melihat wanita yang duduk di sana, sepintas terlihat seperti temanku, atau mungkin orang yang pernah dekat dengan aku dan lucunya dia pun juga terkejut ketika melihatku, seperti ada sesuatu. Wanita tersebut tidak begitu tinggi dan terlihat cukup menarik dengna kerudung berwarna merahnya.
Dengan sopan aku permisi untuk melewati mereka berdua (kebetulan tempat dudukku di dekat jendela) dan duduk sembari melihat keluar jendela. Hujan masih turun saat itu, meskipun sudah tidak sederas tadi. Dan aku tetaplah menjadi aku yang kaku, yang diam tanpa kata sembari menatap pemandangan di luar kereta.
Hingga berselang beberapa menit kemudian, seorang penumpang di deret bangku kami pun datang. Seorang laki laki yang masih terlihat cukup muda datang dengan wajah ceria dan tampak bahagia. Sekilas aku berpikiran bahwa pasti dia akan menjadi orang yang dengan sok tahuannya bakal berbicara panjang lebar dan mesti membosankan. Jadi aku lebih memilih tetap melihat langit di luar jendela yang sudah kembali cerah.
Hingga berselang beberapa menit kemudian, seorang penumpang di deret bangku kami pun datang. Seorang laki laki yang masih terlihat cukup muda datang dengan wajah ceria dan tampak bahagia. Sekilas aku berpikiran bahwa pasti dia akan menjadi orang yang dengan sok tahuannya bakal berbicara panjang lebar dan mesti membosankan. Jadi aku lebih memilih tetap melihat langit di luar jendela yang sudah kembali cerah.
Kereta pun berjalan meninggalkan Jogjakarta tepat pada pukul 16.50. Dan sesuai dugaanku, pria yang datang terakhir tadi pun memulai pembicaraan dengan pria yang duduk di depannya. Pria tersebut duduk saling berhadapan, dan aku pun duduk berhadapan dengan si wanita dan aku . Sembari aku melihat pemandangan di luar, aku mendengarkan pembicaraan kedua pria tersebut. Entah kenapa pembicaraan mereka sangatlah seru dan tidak seperti pembicaraan pembicaraan satu arah membosankan yang sering aku dengar ketika dalam kendaraan umum.
Sekilas aku memalingkan pandanganku ke mereka berdua, dan ternyata apa yang aku lakukan justru membuat aku di serang pertanyaan dari kedua orang tersebut.
" Kalo masnya turun mana ya?" Tanya masnya yang duduk di serong sebelah kiriku.
" Saya Jatinegara mas, masnya turun Jakarta juga?
" Nggak mas saya turun Bekasi kok" Balasnya dengan sedikit tersenyum.
Dan setelah itu mulailah terjadi pembicaraan diantara kita bertiga, aku dan kedua laki laki itu. Sayangnya wanita yang duduk di depanku masih tampak asik bermain gadgetnya. Sekian lama kita berbicara, akhirnya laki laki yang duduk di samping wanita tersebut mulai membuka pembicaraan dengan mengajak wanita tersebut.
"Oiya kalau mbaknya turun dimana ya?"
" Oh emm, saya turun di Pasar Senen mas. Hehe," Jawab wanita tersebut dengan agak canggung.
" Wah mbaknya grogi kayaknya mas," Tiba tiba aku menceletuk pembicaraan mereka.
Dan kami berempat pun tertawa bersama.
Tak terasa perjalanan kereta ini telah tiba di stasiun Kebumen. Langit pun terlihat semakin redup, menampakkan cahaya senjanya di ufuk barat. Dan di sini, kami berempat pun masih senantiasa saling bercerita satu sama lain. Apapun kami ceritakan. Pengalaman, cerita lucu, cerita horror, politik dan banyak topik pembicaraan yang kita saling cerita di sini.
Di tengah asiknya kami saling bercengkrama satu sama lain, aku pun menyadari sesuatu. Aku sama sekali tidak pernah berbicara langsung kepada wanita yang duduk di depanku. Pun demikian dengannya, tidak pernah berbicara langsung denganku. Meskipun kita sama sama pernah saling menimpali pembicaraan kedua laki laki tersebut, tapi kita sama sekali tidak pernah berbicara secara personal untuk kita berdua.
Pembicaraan kami pun tak terasa terus berlanjut hingga kereta tersebut tiba di stasiun Purwokerto. Waktu saat itu menunjukkan pukul 20.00. Tak terasa kami pun mulai sedikit demi sedikit kehabisan topik pembicaraan. Satu demi satu pun mulai memilih untuk istirahat. Aku pun kembali melihat keluar jendela, menatap langit gelap dan cahaya lampu di luar. Sekilas terlihat pantulan wajah wajah penumpang di dalam kereta, termasuk wanita yang duduk di depanku. Tampak terlihat cantik dengan jilbab berwarna merahnya.
Aku pun memejamkan mata, berusaha beristirahat sejenak. Sialnya aku justru terpikir sebuah pertanyaan besar dalam usahaku untuk tidur saat itu. Siapa sebenarnya wanita yang duduk di depanku? Kenapa aku justru penasaran dengan wanita yang duduk di depanku? Dalam hati aku berkata," Nanti ketika sudah hampir tiba di Jakarta, aku harus bisa tau siapa wanita tersebut." Hingga akhirnya aku pun bisa memejamkan mata dan tertidur pulas saat itu, dengan meninggalkan beberapa pertanyaan tersirat dalam benakku.
Pukul 00.30, aku terbangun dari tidurku. Kereta saat itu lebih sepi di bandingkan sebelumnya. Semua terlihat sedang tertidur sepenglihatanku, termasuk laki laki yang ada di sebelahku dan wanita yang ada ada di depanku. Sekilas aku memandang wanita tersebut, terlihat cantik di kala ia tertidur. Aku pun mengambil air mineral karena tidur lama membuat tenggorokanku terasa kering. Lalu akupun memandang keluar Jendela, berharap aku dapat mengetahui sekarang aku sudah tiba di daerah mana.
"Mas ini sudah sampai mana ya?" Sebuah suara yang tidak asing lagi aku dengar ketika aku sedang mengamati luar jendela.
"Eh mbak, ngg, ini kayaknya baru lewat Cikampek deh," Jawabku dengan setengah grogi. Pada akhirnya kami bisa berbicara langsung meskipun di rundung dengan grogi yang sangat terlihat.
"Oh masih jauh ya berarti?"
"Mungkin satu jam lagi sampai di Jakarta mbak," Kataku dengan sok tahunya sembari melihat jam di tanganku. Dengan segala keberanian akupun berusaha mencoba membukan sebuah pembicaraan. " Mbaknya kuliah di Jakarta?"
Sontak mbaknya tertawa kecil," Nggak mas, saya kuliah di UNS Solo, jurusan Farmasi. Lah masnya darimana?"
"Saya dari Ekonomi UGM mbak," Jawabku dengan menunjukkan mimik yang berusaha biasa saja dan santai
"Masnya semester berapa?"
"Duh mbak kok tanyanya semester, saya sudah tahun terakhir kuliah mbak,"
"Walah mas, jangan pake saya, nanti malah aku terlihat tua. Kan kita seangkatan," Lalu aku terkejut ketika wanita tersebut satu angkatan. Dan setelah aku tahu dia satu angkatan, kami pun berbicara panjang lebar dengan lebih santai. Terkadang kami bisa tertawa bersama diantara cerita cerita kami. Bahkan tak jarang tertawa kami justru bisa membangunkan laki laki yang duduk di sebelah wanita tersebut.
Hingga tak terasa keretapun memperlambat lajunya, pertanda akan masuk di sebuah stasiun.
"Wah kayaknya sudah mau sampai Bekasi nih," kata wanita tersebut di sela sela pembicaraan kita. Aku pun melihat keluar jendela dan ternyata benar, kereta ini telah tiba di Bekasi.
"Mas mbak, saya izin turun duluan ya," Laki laki yang duduk di sampingku ternyata hendak turun di stasiun Bekasi.
"Oiya mas," Jawabku dengan tersenyum. Lalu laki laki tersebut mengajak bersalaman dengan masing masing dari kami.
" Sampai jumpa di lain kesempatan, jika Allah menghendaki," Kata si laki-laki sambil menyalami tanganku dan kemudian di susul menyalami tangan wanita yang duduk di depanku.
"Insha Allah mas," Balas sang wanita. Kemudian laki laki tersebut turun meninggalkan kereta api.
5 Menit kemudian, kereta api berjalan kembali, meninggalkan stasiun Bekasi. Iseng aku melihat keluar jendela, ternyata hujan sedang turun dengan derasnya. Perkiraanku di Jakarta pastilah sedang hujan.
"Oiya saya tak pindah tempat duduk ke gerbong depan ya," Ujar laki laki yang duduk di sampingku sambil beranjak dari tempat duduknya.
"Oh iya mas," Jawabku pendek. Praktis di kursi itu tinggal ada kita berdua, aku dan si wanita.
"Mas nya uda mau turun ya bentar lagi?" Tanya wanita tersebut tiba tiba, yang sampai saat ini belum aku ketahui siapa namanya.
"Eh iya, paling sekitar 15 menit lagi sampai di stasiun Jatinegara," Balasku sambil aku memainkan gadgetku. Iseng aku mengintip ke arahnya. Tampak sesekali wanita tersebut memperhatikan aku dan kadang aku sesekali memperhatikannya. Ada keinginan untuk sekedar berkenalan, mengenal dirinya dan yang yang paling penting mengetahui namanya. Tapi aku terlalu malu untuk sekedar bertanya,"siapa namanya mbak?"
10 menit setelah kereta berjalan, kita sama sama saling diam, Sesekali aku melihat langit luar, mungkin sekedar berharap kereta ini berjalan lebih lama lagi. Tapi aku sadar, itu sesuatu yang tidak mungkin. Kereta pun tetap melaju dan mungkin sekitar 5 menit lagi aku akan turun di stasiun Jatinegara.
"Mbaknya balik minggu besok ke Solo nya?" Tanya aku dengan harapan bisa mencairkan suasana.
"Oh nggak mas, aku baliknya besok minggu ke Pemalang naik Kereta Tawang Jaya. Mau pulang ke rumah dulu soalnya," Jawab wanita tersebut sambil sedikit tertawa. Berarti aku tidak mungkin bertemu dengannya di perjalanan kembali ke Jogja.
Dan keretapun mulai memperlambat lajunya kembali, pertanda akan masuk stasiun. Aku pun melihat keluar jendela dan memang sesaat lagi kereta akan segera masuk stasiun Jatinegara. Segera aku ambil tas milikku yang berada di atas tempat dudukku.
"Mas nya udah mau turun ya?" Kembali pertanyaan itu terucap dari wanita tersebut.
"iya nih, yah uda mau turun aja aku," Jawabku dengan spontan sambil mempersiapkan barang yang aku bawa.
"Terima kasih ya mas," Sontak aku terkejut mengapa tiba tiba dia mengucapkan terima kasih.
"Buat apa mbak?"
"Ya sudah menghindarkan aku dari kebosanan di kereta. Aku biasanya di kereta lebih senang diam dan baru kali ini merasa bisa rileks bisa berbicara dengan penumpang lain di kereta,"
Aku tersenyum, dan dengan singkat aku balas," Sama brarti kita."
Kereta pun ternyata sudah berhenti di stasiun Jatinegara dan sesaat lagi kereta aku segera berangkat lagi. Aku justru kaget ketika kereta akan segera berangkat lagi.
"duh keretanya udah mau berangkat lagi ya? Aku turun dulu ya," Ucapku dengan terburu buru. Lalu aku mengajak menyalami wanita tersebut dan bersalamanlah kita satu sama lain. Lalu aku segera pergi meninggalkannya karena takut kereta tersebut akan segera kembali berjalan.
"Mas!" Panggil wanita tersebut dari tempat duduknya. Aku yang mendengarnya langsung menoleh kebelakang.
"Semoga kita bisa bertemu lain waktu lagi ya," kata wanita tersebut sambil tersenyum.
"Iya Insha Allah," Balasku sambil tersenyum kepadanya. Ada kesenangan tersendiri saat itu ketika masing masing dari kita sama sama berharap bisa bertemu suatu saat. Meskipun tidak ada yang tahu kapan kita akan bertemu lagi.
Aku pun bergegas turun dari kereta saat itu, kereta ternyata sudah berjalan secara perlahan dan aku pun memilih untuk melompat dari pintu. Untungnya aku tetap masih bisa turun dari kereta saat itu. Dan selang beberapa detik kemudian, kereta pun mulai bergerak lebih cepat.
Aku melihat kereta yang perlahan bergerak meninggalkan stasiun Jatinegara dari pinggir peron. Setelah kereta pergi meninggalkan stasiun, aku melihat sekelilingku. Stasiun sangat sepi saat itu. Maklum, saat ini waktu menunjukkan pukul 01.15 dini hari. Beberapa penumpang yang turun dari kereta Bengawan pun telah meninggalkan stasiun menuju pintu keluar.
Kemudian aku bergerak menuju pintu keluar stasiun yang ternyata sudah di sambut dengan keramaian tukang ojek dan taksi yang menawarkan jasanya. Dan sesuai dengan dugaanku, saat itu Jakarta sedang di guyur hujan deras. Setelah aku mendapatkan taksi segera aku menuju pulang ke rumahku di daerah Duren Sawit Jakarta Timur.
Sebuah perjalanan di kereta yang menyenangkan telah berlalu. Sebuah perjalanan yang sama sekali jauh dari kata membosankan. Baru pertama kali aku rasakan bisa bercengkrama dengan penumpang lainnya ketika di kereta. Terlebih, aku bisa bertemu dengan seorang wanita yang luar biasa dan menawan selama perjalanan. Namun sebuah kekecewaan ketika aku sama sekali tidak bisa mengetahui siapa nama wanita tersebut hanya karena ketidakberanianku bertanya ke dia.
Pada akhirnya diapun hanya menjadi seorang Perempuan Tanpa Nama, yang hanya bisa di kagumi tanpa bisa dikenali lebih jauh. Yang hanya bisa di senangi namun kita tidak tahu siapakah dia secara lebih lanjut. Meskipun kecewa, tapi dalam hati aku yakin dia juga merasakan hal yang sama sepertiku, sama sama ingin berharap bertemu di lain waktu. Namun hanya Tuhan yang tahu kapan kita akan bertemu lagi.
" Kalo masnya turun mana ya?" Tanya masnya yang duduk di serong sebelah kiriku.
" Saya Jatinegara mas, masnya turun Jakarta juga?
" Nggak mas saya turun Bekasi kok" Balasnya dengan sedikit tersenyum.
Dan setelah itu mulailah terjadi pembicaraan diantara kita bertiga, aku dan kedua laki laki itu. Sayangnya wanita yang duduk di depanku masih tampak asik bermain gadgetnya. Sekian lama kita berbicara, akhirnya laki laki yang duduk di samping wanita tersebut mulai membuka pembicaraan dengan mengajak wanita tersebut.
"Oiya kalau mbaknya turun dimana ya?"
" Oh emm, saya turun di Pasar Senen mas. Hehe," Jawab wanita tersebut dengan agak canggung.
" Wah mbaknya grogi kayaknya mas," Tiba tiba aku menceletuk pembicaraan mereka.
Dan kami berempat pun tertawa bersama.
Tak terasa perjalanan kereta ini telah tiba di stasiun Kebumen. Langit pun terlihat semakin redup, menampakkan cahaya senjanya di ufuk barat. Dan di sini, kami berempat pun masih senantiasa saling bercerita satu sama lain. Apapun kami ceritakan. Pengalaman, cerita lucu, cerita horror, politik dan banyak topik pembicaraan yang kita saling cerita di sini.
Di tengah asiknya kami saling bercengkrama satu sama lain, aku pun menyadari sesuatu. Aku sama sekali tidak pernah berbicara langsung kepada wanita yang duduk di depanku. Pun demikian dengannya, tidak pernah berbicara langsung denganku. Meskipun kita sama sama pernah saling menimpali pembicaraan kedua laki laki tersebut, tapi kita sama sekali tidak pernah berbicara secara personal untuk kita berdua.
Pembicaraan kami pun tak terasa terus berlanjut hingga kereta tersebut tiba di stasiun Purwokerto. Waktu saat itu menunjukkan pukul 20.00. Tak terasa kami pun mulai sedikit demi sedikit kehabisan topik pembicaraan. Satu demi satu pun mulai memilih untuk istirahat. Aku pun kembali melihat keluar jendela, menatap langit gelap dan cahaya lampu di luar. Sekilas terlihat pantulan wajah wajah penumpang di dalam kereta, termasuk wanita yang duduk di depanku. Tampak terlihat cantik dengan jilbab berwarna merahnya.
Kereta Api Ekonomi 2 |
Pukul 00.30, aku terbangun dari tidurku. Kereta saat itu lebih sepi di bandingkan sebelumnya. Semua terlihat sedang tertidur sepenglihatanku, termasuk laki laki yang ada di sebelahku dan wanita yang ada ada di depanku. Sekilas aku memandang wanita tersebut, terlihat cantik di kala ia tertidur. Aku pun mengambil air mineral karena tidur lama membuat tenggorokanku terasa kering. Lalu akupun memandang keluar Jendela, berharap aku dapat mengetahui sekarang aku sudah tiba di daerah mana.
"Mas ini sudah sampai mana ya?" Sebuah suara yang tidak asing lagi aku dengar ketika aku sedang mengamati luar jendela.
"Eh mbak, ngg, ini kayaknya baru lewat Cikampek deh," Jawabku dengan setengah grogi. Pada akhirnya kami bisa berbicara langsung meskipun di rundung dengan grogi yang sangat terlihat.
"Oh masih jauh ya berarti?"
"Mungkin satu jam lagi sampai di Jakarta mbak," Kataku dengan sok tahunya sembari melihat jam di tanganku. Dengan segala keberanian akupun berusaha mencoba membukan sebuah pembicaraan. " Mbaknya kuliah di Jakarta?"
Sontak mbaknya tertawa kecil," Nggak mas, saya kuliah di UNS Solo, jurusan Farmasi. Lah masnya darimana?"
"Saya dari Ekonomi UGM mbak," Jawabku dengan menunjukkan mimik yang berusaha biasa saja dan santai
"Masnya semester berapa?"
"Duh mbak kok tanyanya semester, saya sudah tahun terakhir kuliah mbak,"
"Walah mas, jangan pake saya, nanti malah aku terlihat tua. Kan kita seangkatan," Lalu aku terkejut ketika wanita tersebut satu angkatan. Dan setelah aku tahu dia satu angkatan, kami pun berbicara panjang lebar dengan lebih santai. Terkadang kami bisa tertawa bersama diantara cerita cerita kami. Bahkan tak jarang tertawa kami justru bisa membangunkan laki laki yang duduk di sebelah wanita tersebut.
Hingga tak terasa keretapun memperlambat lajunya, pertanda akan masuk di sebuah stasiun.
"Wah kayaknya sudah mau sampai Bekasi nih," kata wanita tersebut di sela sela pembicaraan kita. Aku pun melihat keluar jendela dan ternyata benar, kereta ini telah tiba di Bekasi.
"Mas mbak, saya izin turun duluan ya," Laki laki yang duduk di sampingku ternyata hendak turun di stasiun Bekasi.
"Oiya mas," Jawabku dengan tersenyum. Lalu laki laki tersebut mengajak bersalaman dengan masing masing dari kami.
" Sampai jumpa di lain kesempatan, jika Allah menghendaki," Kata si laki-laki sambil menyalami tanganku dan kemudian di susul menyalami tangan wanita yang duduk di depanku.
"Insha Allah mas," Balas sang wanita. Kemudian laki laki tersebut turun meninggalkan kereta api.
5 Menit kemudian, kereta api berjalan kembali, meninggalkan stasiun Bekasi. Iseng aku melihat keluar jendela, ternyata hujan sedang turun dengan derasnya. Perkiraanku di Jakarta pastilah sedang hujan.
"Oiya saya tak pindah tempat duduk ke gerbong depan ya," Ujar laki laki yang duduk di sampingku sambil beranjak dari tempat duduknya.
"Oh iya mas," Jawabku pendek. Praktis di kursi itu tinggal ada kita berdua, aku dan si wanita.
"Mas nya uda mau turun ya bentar lagi?" Tanya wanita tersebut tiba tiba, yang sampai saat ini belum aku ketahui siapa namanya.
"Eh iya, paling sekitar 15 menit lagi sampai di stasiun Jatinegara," Balasku sambil aku memainkan gadgetku. Iseng aku mengintip ke arahnya. Tampak sesekali wanita tersebut memperhatikan aku dan kadang aku sesekali memperhatikannya. Ada keinginan untuk sekedar berkenalan, mengenal dirinya dan yang yang paling penting mengetahui namanya. Tapi aku terlalu malu untuk sekedar bertanya,"siapa namanya mbak?"
10 menit setelah kereta berjalan, kita sama sama saling diam, Sesekali aku melihat langit luar, mungkin sekedar berharap kereta ini berjalan lebih lama lagi. Tapi aku sadar, itu sesuatu yang tidak mungkin. Kereta pun tetap melaju dan mungkin sekitar 5 menit lagi aku akan turun di stasiun Jatinegara.
"Mbaknya balik minggu besok ke Solo nya?" Tanya aku dengan harapan bisa mencairkan suasana.
"Oh nggak mas, aku baliknya besok minggu ke Pemalang naik Kereta Tawang Jaya. Mau pulang ke rumah dulu soalnya," Jawab wanita tersebut sambil sedikit tertawa. Berarti aku tidak mungkin bertemu dengannya di perjalanan kembali ke Jogja.
Dan keretapun mulai memperlambat lajunya kembali, pertanda akan masuk stasiun. Aku pun melihat keluar jendela dan memang sesaat lagi kereta akan segera masuk stasiun Jatinegara. Segera aku ambil tas milikku yang berada di atas tempat dudukku.
"Mas nya udah mau turun ya?" Kembali pertanyaan itu terucap dari wanita tersebut.
"iya nih, yah uda mau turun aja aku," Jawabku dengan spontan sambil mempersiapkan barang yang aku bawa.
"Terima kasih ya mas," Sontak aku terkejut mengapa tiba tiba dia mengucapkan terima kasih.
"Buat apa mbak?"
"Ya sudah menghindarkan aku dari kebosanan di kereta. Aku biasanya di kereta lebih senang diam dan baru kali ini merasa bisa rileks bisa berbicara dengan penumpang lain di kereta,"
Aku tersenyum, dan dengan singkat aku balas," Sama brarti kita."
Kereta pun ternyata sudah berhenti di stasiun Jatinegara dan sesaat lagi kereta aku segera berangkat lagi. Aku justru kaget ketika kereta akan segera berangkat lagi.
"duh keretanya udah mau berangkat lagi ya? Aku turun dulu ya," Ucapku dengan terburu buru. Lalu aku mengajak menyalami wanita tersebut dan bersalamanlah kita satu sama lain. Lalu aku segera pergi meninggalkannya karena takut kereta tersebut akan segera kembali berjalan.
"Mas!" Panggil wanita tersebut dari tempat duduknya. Aku yang mendengarnya langsung menoleh kebelakang.
"Semoga kita bisa bertemu lain waktu lagi ya," kata wanita tersebut sambil tersenyum.
"Iya Insha Allah," Balasku sambil tersenyum kepadanya. Ada kesenangan tersendiri saat itu ketika masing masing dari kita sama sama berharap bisa bertemu suatu saat. Meskipun tidak ada yang tahu kapan kita akan bertemu lagi.
Aku pun bergegas turun dari kereta saat itu, kereta ternyata sudah berjalan secara perlahan dan aku pun memilih untuk melompat dari pintu. Untungnya aku tetap masih bisa turun dari kereta saat itu. Dan selang beberapa detik kemudian, kereta pun mulai bergerak lebih cepat.
Stasiun Jatinegara Dini Hari |
Kemudian aku bergerak menuju pintu keluar stasiun yang ternyata sudah di sambut dengan keramaian tukang ojek dan taksi yang menawarkan jasanya. Dan sesuai dengan dugaanku, saat itu Jakarta sedang di guyur hujan deras. Setelah aku mendapatkan taksi segera aku menuju pulang ke rumahku di daerah Duren Sawit Jakarta Timur.
Sebuah perjalanan di kereta yang menyenangkan telah berlalu. Sebuah perjalanan yang sama sekali jauh dari kata membosankan. Baru pertama kali aku rasakan bisa bercengkrama dengan penumpang lainnya ketika di kereta. Terlebih, aku bisa bertemu dengan seorang wanita yang luar biasa dan menawan selama perjalanan. Namun sebuah kekecewaan ketika aku sama sekali tidak bisa mengetahui siapa nama wanita tersebut hanya karena ketidakberanianku bertanya ke dia.
Pada akhirnya diapun hanya menjadi seorang Perempuan Tanpa Nama, yang hanya bisa di kagumi tanpa bisa dikenali lebih jauh. Yang hanya bisa di senangi namun kita tidak tahu siapakah dia secara lebih lanjut. Meskipun kecewa, tapi dalam hati aku yakin dia juga merasakan hal yang sama sepertiku, sama sama ingin berharap bertemu di lain waktu. Namun hanya Tuhan yang tahu kapan kita akan bertemu lagi.
0 Komentar:
Posting Komentar