Sebuah Cerita

by 11/16/2011 05:10:00 PM 3 Komentar

Bukan Segalanya
( Sebuah Cerita Seorang Siswa TN di buku " 1 Lembar Untuk 1000 Massa" )


“ Bang, Teston kapan lagi bang?”
“Minggu depan dek, siap kan ?”
“Siap lah bang,”


Ini adalah sebuah kisah nyata tentang aku, seorang siswa SMA TN angkatan 20. Kisah ini bermula dulu, tepatnya saat masih PDK (PDK itu semacam kegiatan orientasi siswa baru di SMA TN), di masjid Pangsar Sudirman. Saat itu , kegiatan mentoring (lebih di kenal dengan ceramah) sedang berlangsung. Kegitan mentoring ini di bagi dalam kelompok kelompok kecil yang beranggotakan 8 orang.



Aku pun tergabung dalam kelompok kamar awal graha 19 (memang pada saat itu, memang kelompok mentoring di bentuk berdasarkan urutan kamar di graha). Dan ternyata, aku mendapat 2 abang mentoring yang asik gaul dan funky. Abang yang pertama adalah seorang Bantara (kelompok Pramuka SMA TN), dia sangatlah lucu dalam menyampaikan materi. Sedangkan yang satu lagi, dia adalah seorang Tonpara. Tonpara merupakan kepanjangan dari Peleton Upacara. Mungkin kalau di SMA pada umumnya bisa di sebut Tonti atau Pasukan Baris Berbaris.


Awalnya aku tidak mengerti tentang Tonpara, dan tidak begitu minat dengan Tonpara. Tapi karena kegiatan mentoring ini, aku pun mulai tertarik dengan Tonpara. Entah kenapa aku melihat sesosok Tonpara itu terbilang gagah, tegap, dan berwibawa. Entah kenapa pula aku tertarik dengan Tonpara, mungkin karena aku sering bercerita dengan abang Mentoring ku yang Tonpara.

Hari demi hari berlalu, aku dan Abang mentoringku yang Tonpara semakin akrab. Kami saling bercerita pengalaman dan banyak lagi. Dan aku mengakui kalau akau ingin sekali menjadi seorang Tonpara. Abangku pun bercerita segala macam tentang Tonpara lebih detail. Dari syarat tes Tonpara, hingga saat menjadi Tonpara. Aku pun makin tertarik saat itu. Hingga akhirnya aku punya rencana, Aku harus menjadi seorang Tonpara SMA Taruna Nusantara.

Tak hanya itu yang di ceritakan, ia bercerita juga tentang salah seorang teman abangku tersebut yang minat Tonpara, tapi tidak ke terima. Awalnya aku agak takut tidak keterima setelah mendengar cerita tersebut, tapi abangku meyakinkanku kalau aku pasti bisa masuk Tonpara. Karena menurutnya, segala kriteria Tonpara sada di dalam diriku. Tinggi, pinter, hafal orientasi, tinggal kemampuanku dalam olahraga yang harus di tingkatkan.

Hari pertama Tes, tes administrasi. Wah, ternyata banyak sekali yang ikut. Awalnya agak pesimis, tapi aku ingat kata abangku, aku pasti bisa. Sewaktu Tes, aku sempat lupa satu nama abang tonpara. Selesai tes, aku takut luar biasa jika tidak di terima. Sebenernya terbilang berlebihan karena hanya karena seperti itu. Hingga pada waktu pengumuman, ternyata aku masih lolos tes tahap pertama.

Tes berikutnya adalah tes baris berbaris dan postur. Bersyukur aku di beri komentar bahwa baris berbarisku terbilang cukup baik dan suaraku cukup lantang. Hal ini tambah meyakinkanku bahwa aku akan menjadi tonpara. Di tes postur, aku di perintahkan untuk push up 25 kali. Dan alhamdulillah, aku masih bisa dan kuat.

Aku tetap menceritakan semua hal yang ingin ku tahu ke abang mentoringku yang tonpara. Hingga tibalah, waktu Tes wawancara abang kakak. Jantungku berdegup kencang luar biasa. Aku berusaha tampil dengan sebaik mungkin. Setrika rapi, tidak ngerel, rambut sesuai ketentuan, kuku pendek, gesper di braso, dan sepatu di semir agar mengkilat.

Tibalah giliranku untuk wawancara abang kakak, aku pun masuk ke ruang tes dengan sedikit takut. Di tanya pertanyaan bermacam macam. Benar benar tekanan batin yang luar biasa. Sempat di bentak bentak, di maki maki dan banyak lainnya. Pada intinya di tes ini, yang di tes adalah mental dari masing masing peserta seleksi. Dan sekali lagi aku mengucapkan puji syukur, aku masih di berikan kesempatan untuk lolos ke tahap berikutnya.

Hingga tibalah tes terakhir, yaitu tes wawancara pengurus dan pamong. Ini adalah penentuan akhir siapa yang akan menjadi peleton SMA Taruna Nusantara. Tesnya di mulai jam 7 malam dan alhamdulillah berakhir jam 1 malam. Sebelum di wawancara, kami di orientasi habis habisan. Berdiri selama kurang lebih 5 jam, melelahkan, tapi aku yakin aku bisa. Dalam pikirku terus berkata, aku akan menjadi tonpara.

Sehari dua hari kemudian, tak ada kabar. Namun feeling ku sudah berkata agak negatif. Abangku yang biasanya setiapa saat baik baik saja kepadaku, kini berubah menjadi pendiam kepadaku. Ku tanya Tonpara, ia hanya menjawab, ”banyak berdoa saja,”

Aku pun bingung dengan kata katanya. Kemudian, salah seorang temanku berkata kepadaku bahwa saya TIDAK MENJADI TONPARA. Aku agak shock, tapi aku yakin temanku pasti hanya sok tau. Aku yakin kalau aku pasti menjadi Tonpara.

Hingga tibalah hari pengumuman akhir. Suasana mendung di hari minggu itu benar benar membingungkan pikiran dan hatiku. Entah feelingku yang jelek, atau hanya perasaanku saja yang gundah gulana. Tapi aku tak mempedulikan itu, aku yakin aku pasti jadi Tonpara.

Suasana GOR sore itu tampak tidak meyakinkan. Mungkin terlihat gelap karena cuaca mendung sore itu. Aku dan para calon peleton lainnya pun masuk ke GOR, berbaris, menanti pengumuman. Setelah itu, kami di perintah bergerak menuju RBP (Ruang Baca Perpustakaan). Di sana sudah di tunggu oleh Danton Tonpara, Danpok Pataka dan Danton PKS,

Kami, kurang lebih berseratus di ceramahi oleh ketiga abang danton tersebut. Suasana di luar pun bukan lagi mendung, tapi hujan sangat deras. Hingga tibalah saatnya pengumuman. Mata kami di perintahkan untuk di pejamkan. Inilah saatnya pengumuman. Semoga feeling buruk ku tidak menjadi kenyataan. Bruk bruk bruk, suara gemuruh orang masuk ke dalam RBP. Ini pasti abang dan kakak yang akan mengambil adek yang lolos tes tonpara. "Ya allah, semoga doaku terwujud," pintaku dalam hati

Satu menit , dua menit berlalu , hingga kurang lebih 5 menit aku tak kunjung di hampiri oleh abang maupun kakak satupun. Sementara teman teman ku yang duduk di sekitarku sudah banyak yang mulai di ambil oleh abang maupun kakak. Suasana RBP yang awalnya sangat ramai perlahan berubah menjadi sepi dan semakin sepi. Hingga tiba tiba, terdengar suara gebrakan meja tepat di depanku.

“ Fauzan , kamu sudah memberi yang terbaik buat pamong waktu tes terakhir kemarin ?” Tanya orang itu sambil setengah membentak. Suaranya sangat medok, nampaknya aku mengenal suara ini. Terdengar seperti suara abang mentorku yang Tonpara.
“ Siap sudah bang,” Jawabku dengan tegas sambil memejamkan mata.
“ Bohong kamu dek ! Kamu gak di terima jadi Tonpara dek ! Abang kecewa sama kamu dek ! Hah !” Bentak abang tersebut dengan keras dan kemudian meninggalkan aku. Aku pun termenung. Iya, ternyata yang membentakku adalah abang yang selama ini telah mengenalkan tonpara, meyakinkanku untuk jadi tonpara dan membuatku bermimpi menjadi Tonpara. Ya, Dia abang mentoringku dulu.

Dalam hati aku menangis sedih , kecewa dan sakit. Sesuatu yang benar benar aku ingin kan dan yang aku impikan kini benar benar menjadi mimpi selamanya. Setelah pengumuman itu, aku dan beberapa teman temanku yang senasib denganku di perintahkan membuka matanya . RBP terlihat begitu sepi saat itu. Aku tak kuat menahan air mata.

Hujan turun dengan derasnya di luar. Petir menggelegar dengan kerasnya sore itu. Aku berjalan kembali ke graha di bawah guyuran hujan. Rasa sedih yang amat berarti dalam hidupku. Aku benar benar tak bisa menerima kenyataan pahit ini. Semua rasa bercampur menjadi satu di benakku.

Berbulan bulan setelah itu, aku sama sekali tak pernah berkomunikasi dengan abang tersebut. Entah antara takut dan kecewa serta pernah mengecewakan menjadi alasan utama aku tak berani bertatap muka dengan abang tersebut. Di setiap teman teman ku yang menjadi tonpara memamerkan peralatan peralatan tonparanya, aku hanya diam termenung tanpa kata. Yang ada di pikiranku hanya “andai saja aku yang memakai barang itu” .

Satu tahun bahkan hingga aku kelas 2 kemarin, aku masih tidak berani bertemu abang tersebut. Rasa sedih dan kecewa tersebut terus saja mengiang di pikiran dan telingaku. Hingga suatu saat menjelang Prasetya Alumni angkatan 19, saat salam salaman dengan angkatan 19, aku bertemu dengan abang tersebut.
Aku masih punya hutang perasaan bersalah dengannya. Aku masih merasa mengecewakan dia. Namun semua itu berubah saat kami salam salaman.

“ Dek, sukses yah nanti kelas 3 nya. Yang masa lalu tidak usah di pikirkan lagi,” Kata abang tersebut. Aku tersenyum, dan benar benar berterima kasih kepada Allah karena telah mengakrabkan lagi aku dan abang tersebut, meski hanya sekejap dan sesaat. Hingga kini, saat aku melihat Tonpara sedang latihan, itu bukanlah masalah perasaan lagi. Aku sudah sepenuhnya ikhlas. Apalagi di tambah dengan perkataan sahabat terbaikku.

“ Jabatan bukan segalanya kok di TN, Jabatan itu hanyalah kepuasan belaka dan hanya bisa di dapat sewaktu di TN. Jadi jangan terlalu di pikirkan terlalu dalam. Yang terpenting masa depanmu danhasil yang akan kau petik nanti,”
Setelah itu aku tersenyum. Ada benarnya kata Abangku itu. Terima kasih telah mengingatkan aku abang mentoringku.

“ Hidup itu akan indah pada waktunya, percayalah Allah pasti akan memberikan kebahagian yang lebih besar suatu saat nanti dari kebahagiaan yang sudah kau dapat hari ini ”

3 komentar: